Pengenalan Kacang Gude

Pengenalan Kacang Gude - Hallo sahabat Belajar Pertanian Organik, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Pengenalan Kacang Gude, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Budidaya Tanaman, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Pengenalan Kacang Gude
link : Pengenalan Kacang Gude

Baca juga


Pengenalan Kacang Gude


 Kacang gude termasuk tanaman mempunyai keunggulan di ban-ding tanaman kacang-kacangan lainnya antara lain tahan kekeringan, tahan rebah dan polong tidak mudah pecah, akan tetapi peka terhadap hama khususnya perusak polong (Darmadjati dan Widowati, 1985; Wallis et al., 1985). Kacang Gude ( Cajanus Cajan L) termasuk jenis tanaman kacang – kacangan (leguminosa) yang banyak diusahakan masyarakat baik di sawah maupun di tegalan. Tanaman Gude tumbuhnya tegak dengan tinggi tanaman sekitar 0,5 – 4 m, perakarannya serabut /
tipis-tipis mencapai kedalaman 2 m. Tanaman ini bercabang banyak, diameter batangnya sekitar 15 cm. Pada ranting tanaman ini, terdapat tangkai dengan tiga helai daun. Tanaman Gude dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang kering dengan daya dukung air yang cukup dengan PH ( Derajat Keasaman 5 -7).Syarat PertumbuhanTumbuhan ini dapat ditemukan dari dataran rendah sampai 2.000m dpl. Pertumbuhannya memerlukan banyak cahaya matahari dan tidak tahan terhadap kondisi lembab (Kazuma, 2009). Selain itu, tanaman inicukup toleran terhadap kekeringan atau pada temperatur tinggi dan dapattumbuh baik pada daerah yang kurang subur (Anonim 2000)    
Tanaman kacang gude ditanam dengan ukuran 40 x 100 cm pada kondisi kesesuain lahan .Dalam tumpang sari kacang Gude tumbuh baik dengan tanaman kapas atau kacang tanah. Gangguan yang sering muncul adalah rumput (gulma). Dalam pengelolaan tanaman ini harus diperhatikan mengenai pengairannya. Pengairan akan semakin mempercepat proses pertumbuhannya. Pemberian pupuk terutama fosfat kira – kira diperlukan 20 – 100 kg / hektar. Umumnnya kacang gude tidak pernah ditanam secara monokultur, pertanaman tidak dilakukan secara intensif, tetapi hanya sebagai tanaman campuran di lahan tegal, pematang sawah atau pekarangan. Kacang gude juga da-pat dimanfaatkan dalam mengembangankan pola usahatani terpadu karena dapat ditum-pangsarikan dengan tanaman lain seperti sorgum , jagung, kacang tanah dan kapas (Bahar, 1981; Litzenberger, 1974).
     Masing-masing helai daun berbentuk ramping, dengan pangkal dan ujung meruncing. Panjangnya 6 cm, dengan bagian paling lebar 2 cm. Warnanya hijau tua. Permukaan daun, tangkai, ranting serta kulit batang berbulu halus. Pucuk daun berwarna kecokelatan. Bunganya berbentuk kupu-kupu berwarna keunguan dan muncul dari pucuk ranting. Oleh masyarakat pedesaan, tanaman ini disebut gude (gu-dé), atau kacang gude. Buah gude berupa polong, berbentuk mirip kedelai, namun berukuran lebih besar dan lebih panjang. Permukaan kulit polong juga berbulu halus. Warna polong hijau, dan akan berubah menjadi ungu kecokelatan setelah tua. Di dalam polong terdapat biji dengan bentuk seperti kedelai, namun berukuran sedikit lebih besar. Warna kulit biji bervariasi mulai dari hijau, kuning kecokelatan, cokelat sampai ke ungu tua. Polong gude bisa dipanen dalam keadaan tua (segar), tetapi bisa pula ketika sudah benar-benar tua, dan kulitnya agak mengering.
      Di daerah Jawa, biji gude segar maupun yang sudah kering, biasa dijual di pasar-pasar tradisional. Masyarakat Jawa mengolah biji gude menjadi sayur yang disebut jubleg, atau dibuat bongko. Bumbunya bawang merah, bawang putih, kencur, daun salam, garam dan parutan kelapa yang masih agak muda. Kalau sayur gude hanya cukup direbus dalam wadah, maka bongko dibungkus satu per satu dengan daun pisang, baru kemudian dikukus. Rasa kacang gude sangat khas, hingga sulit untuk dibandingkan dengan kacang-kacangan lain.  Dalam perdagangan internasional, gude disebut pigeon pea (Cajanus cajan, Cajanus indicus). Di India, gude disebut  arhar, red gram, toovar, toor. Gude diduga berasal dari India, dan telah dibudidayakan paling sedikit sekitar 1.000 tahun sebelum masehi. Kemudian tanaman ini menyebar ke Asia Tenggara, dan Afrika Timur. Oleh bangsa Eropa, gude dibawa ke kepulauan Karibia dan Amerika Tengah serta Latin. Sekarang, tanaman gude sudah dibudidayakan  dan dimanfaatkan secara luas di kawasan tropis serta sub tropis di seluruh dunia. Di Jawa, gude dibudidayakan secara monokultur maupun tumpang sari. Biasanya gude ditumpangsarikan dengan jagung, padi ladang, kacang  tanah, dan palawija serta sayuran lainnya. Petani juga menanam gude di pematang sawah. Gude tidak mungkin ditumpangsarikan dengan tanaman berumur setahun, dengan tajuk yang terlalu rapat. Misalnya singkong. Tanaman kacang-kacangan ini juga tidak mungkin dibudidayakan di bawah tegakan tanaman keras. Misalnya albisia. Sebab gude menghendaki lahan terbuka, dengan sinar matahari penuh. Kacang gude  mampu mengalahkan alang-alang, dalam berkompetisi merebut cahaya matahari. Penanaman gude ditanam dalam lubang yang dibuat dengan tugal. Ke dalam lubang itu dimasukkan tiga biji gude. Biji akan tumbuh pada hari keempat sampai dengan kelima. Kalau tiga biji ini tumbuh semua, tetap harus dibiarkan besar hingga kelihatan, mana tanaman yang tumbuh kerdil dan harus dibuang. Kalau tiga individu tanaman ini tumbuh sama suburnya, maka tiga-tiganya harus dipelihara.  
 
Selain sebagai penghasil bahan makanan, tanaman gude juga bisa menghasilkan lak. Di Thailand, gude dibudidayakan secara monokultur, sebagai tempat pembiakan kutu lak (ordo Homoptera, superfamily Coccoidea, dengan sekitar  8.000 spesies). Setelah berkembang biak cukup banyak, kutu lak ini dipanen dan diproses lebih lanjut menjadi bahan pelitur. Di Indonesia budidaya kutu lak dilakukan oleh Perum Perhutani, pada tanaman kosambi (Schleichera oleosa).   Kayu/ batang tanama kacang  gude, dimanfaatkan oleh masyarakat  petani untuk dijadikan sebagai bahan bakar. Namun ada pula petani yang memanfaatkannya sebagai ajir bagi tanaman marambat. Tanaman gude juga mampu meningkatkan kesuburan lahan. Pertama-tama kesuburan lahan itu disebabkan oleh daun gude yang rontok dan hancur menjadi pupuk hijau. Kedua, akar tanaman gude juga mampu bersimbiosis dengan bekteri Rhizobium, dan membentuk bintil akar untuk menyimpan oksigen, yang ditangkap oleh daun langsung dari udara. Dalam tiap areal gude seluas satu hektar, potensi nitrogen yang bisa dikumpulkan mencapai 40 kg. Meskipun berupa terna berkayu, gude tetap tanaman semusim. Setelah dipanen, tanaman gude akan mati,  hingga diperlukan penanaman baru dengan benih baru.

 PUSTAKA


Anonim, 2000. Tanaman Kacang Gude. http://goggle/search/item .kacangude./html.
Bahar,F.A. 1981. Culture practices for Pigeon-pea (Cayanus cajan L.) as forage, green manure and grain Crops. Desert. Ph.D. Univ. Florida. Pp.84.
Wallis, E.S., D.I. Byth and V.C. Hhighteman. 1985. He ACIAR University of Queen- sland Pigeonpea Improvement Pro-gram. ACIAR Proceeding Series 8: 48-53.
Widiyawati,N., S. Saenong, dan Mustari Basir. 1990. Evaluasi beberapa galur kacang gude (Cajanus cajan L) umur genjah . Penelitian kacang-kacangan No. 1. 1990. Balittan Maros. 200-206 p.





Demikianlah Artikel Pengenalan Kacang Gude

Sekianlah artikel Pengenalan Kacang Gude kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Pengenalan Kacang Gude dengan alamat link https://caramenanamorganik.blogspot.com/2013/05/pengenalan-kacang-gude.html

0 Response to " Pengenalan Kacang Gude"

Posting Komentar