Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal

Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal - Hallo sahabat Belajar Pertanian Organik, Pada Artikel yang anda baca kali ini dengan judul Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal, kami telah mempersiapkan artikel ini dengan baik untuk anda baca dan ambil informasi didalamnya. mudah-mudahan isi postingan Artikel Motivasi, Artikel Pangan, Artikel Pasar, Artikel Umum, yang kami tulis ini dapat anda pahami. baiklah, selamat membaca.

Judul : Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal
link : Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal

Baca juga


Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal

Trend keamanan pangan (food safety) menjadi isu sensitif dalam industri pangan. Berbagai kasus keracunan pangan yang terjadi, berasal dari kontaminasi bahan kimia dan mikrobiologi. Faktor kesehatan menjadi salah satu alasan, mengapa konsumen mengonsumsi pangan. Keamanan pangan dan produk pangan yang segar serta alami menjadi tuntutan konsumen. Perbaikan mutu kehidupan dan gaya hidup sehat, telah mendorong masyarakat di berbagai negara dan mendorong gerakan gaya hidup sehat dengan tema global Kembali ke Alam (Back to Nature).

Gerakan ini didasari bahwa, apa yang berasal dari alam adalah baik dan berguna, dan segalanya yang baik di alam itu selalu dalam keadaan keseimbangan. Dan, pangan organik telah menjadi pilihan utama untuk memenuhi gaya hidup sehat ini. Pangan organik adalah pangan yang dihasilkan dari suatu sistem pertanian organik yang didesain dan dikelola sedemikian rupa sehingga mampu menciptakan produktivitas yang berkelanjutan.

Pangan organik merupakan produk pangan segar, setengah jadi, pangan jadi, mulai dari penanganan bahan mentah, proses pengolahan dan distribusinya, masing-masing telah memenuhi kaidah Codex Alimentarius Commission (CAC) dan IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements). CAC merupakan organisasi yang dibentuk oleh WHO/FAO dan satu-satunya organisasi yang mengatur perdagangan pangan dan standar-standar pangan dunia.

Pangan organik tidak hanya bebas bahan sintetis (pestisida atau pupuk kimia), tetapi juga harus memenuhi persyaratan internasional yang ditentukan, seperti tidak diijinkan menggunakan bibit GMO (Genetically Modified Organisms), serta penggunaan teknologi irradiasi untuk tujuan pengawetan produk. Jadi pangan organik menekankan pada tingkat seminimal mungkin penggunaan input eksternal, termasuk pemanfaatan pupuk dan pestisida sintetis.

Pangsa Pasar Dunia dan Potensi Indonesia

Permintaan konsumen terhadap produk organik terus meningkat. Ini disebabkan karena produk organik rasanya lebih enak, lebih sehat, dan baik bagi lingkungan. Pada tahun 1998, dilakukan survei di Eropa dan hasilnya menunjukkan bahwa 94 % responden membeli produk organik karena mereka sangat peduli akan kesehatan pribadi serta anggota keluarganya.

Pangsa pasar dunia produk organik dalam 10 tahun mendatang akan mencapai sekitar US $ 100 milyar. Sementara di Amerika Serikat saja, pada tahun 1997 dilaporkan bahwa pangsa pasar produk organik sekitar US $ 3.5 milyar per tahun dan dalam tahun 2000 meningkat sekitar dua kali lipatnya. Produk organik yang beredar di seluruh Jepang diperkirakana hanya meliputi sekitar 2% - 3 % dari seluruh jumlah produksi sayuran.

Di kota metropolitan Tokyo saja, konsumsi sayuran per tahun ternyata sangat besar yaitu 1,8 juta ton sayuran, sekitar 1 % dari jumlah tersebut berupa sayuran organik. Tahun 1998, pangsa pasar produk organik di Inggris mencapai � 260 juta dan tahun 2000 sudah meningkat mencapai � 400 juta. Sekitar 75% dari seluruh buah-buahan dan sayuran organik di Inggris adalah produk impor. Kenaikan permintaan pangan organik mencapai 20%-30% per tahun, bahkan untuk beberapa negara dapat mencapai 50 % per tahun.

Ini menunjukkan bahwa pangan organik memiliki pangsa pasar sendiri yang potensial dalam pengembangan ekonomi secara makro maupun mikro. Melihat peluang yang sangat besar ini, maka Indonesia sebaiknya mempersiapkan diri untuk menerobos pasar tersebut.

Bagaimana dengan Indonesia ?. Indonesia sebagai negara agraris, memiliki potensi sangat besar bagi sistem pertanian organik. Indonesia memiliki 17 juta hektar lahan kosong dan masih luasnya pertanian tradisional yang dikelola tanpa menggunakan bahan sintetis, menjadi salah satu modal penting dalam pengembangan pertanian organik. Produk buah-buahan seperti durian, manggis, salak, duku dan rambutan dengan mudah digolongkan ke dalam buah-buah organik. Demikian juga kopi lokal dan berbagai hasil pekarangan. Sayangnya, potensi yang begitu besar ini belum digarap secara optimal.

Pertanian dan pangan organik dapat menjadi potensi besar bagi pemulihan ekonomi Indonesia yang telah terperosok selama hampir 5 tahun terakhir. Pendapatan ekspor bahan pangan organik yang dihasilkan dari lahan 17 juta hektar tersebut diperkirakan mencapai US $ 100 milyar per tahun. Secara umum, pendapatan rata-rata yang akan diperoleh dari budidaya pertanian organik adalah sekitar US $ 6.000 per hektar.

Secara makro, tentunya ini dapat menggerakan roda ekonomi yang kini terhambat. Pengembangan produk organik itu bersifat holistik, dan padat karya, yang bersumber pada potensi lokal yang disesuaikan dengan daya dukung lingkungan. Sebagai usaha yang padat karya, produksi produk organik banyak melibatkan stake holder. Karena sifatnya yang alami, seluruh proses produksinya harus akrab dengan lingkungan dan meminimalkan input eksternal sintetik. Mulai dari lahan pertanian, seperti pemupukan, pemberantasan hama/penyakit/gulma, dan pengelolaan lahan hingga transportasi, pengemasan dan penyajian.

Sebagai contoh, dalam pemupukan diperlukan pupuk alami berupa kompos yang berasal dari hasil residu tanaman maupun hasil sekresi ternak. Pada proses pembuatan kompos ini, dari pengumpulan bahan baku yang berada di sekitar hingga menjadi kompos melibatkan berbagai pihak, seperti para peternak dan pengumpul residu tanaman hingga industri pembuat kompos. Kompos yang telah jadi, dapat digunakan untuk memupuk tanaman, yang hasilnya dapat diolah dan dipasarkan sebagai produk organik. Dan residu tanaman tersebut dapat digunakan untuk membuat kompos kembali atau untuk makanan ternak. Kotoran ternak dapat digunakan untuk membuat kompos.

Terciptanya lapangan kerja baru ini, memberi kontribusi bagi pertumbuhan desa tersebut dan mempererat relasi sosial yang saling menguntungkan. Harga produk organik di pasar internasional berkisar 5 - 10 kali dari harga produk biasa. Tingginya harga ini dapat merangsang para petani untuk bertani organik. Secara langsung, petani dan masyarakat sekitarnya akan mendapatkan hasil yang memadai. Petani menggunakan penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dengan membeli produk-produk yang dibutuhkannya, termasuk produk-produk yang bersifat ekslusif. Pajak yang didapat dari pembelian produk tersebut, dapat meningkatkan pendapatan negara.

Disisi lain, penggunaan input eksternal sintetis yang minim, membantu mengurangi tingkat pencemaran lingkungan dan pengeluaran biaya kesehatan akibat keracunan pestisida/pupuk sintetis. Biaya pengolahan air sungai untuk dijadikan air minum dan biaya kesehatan masyarakat dapat ditekan. Ini berarti terjadi efisiensi pengeluaran negara/daerah.

Kendala & Tantangan

Perkembangan pertanian organik di dunia bersifat bottom up. Berawal dari kesadaran konsumen, bahwa yang bersifat alami itu baik bagi kesehatan. Permintaaan akan produk organik meningkat. Suplai produk organik dipenuhi oleh para petani organik. Proses transaksi terjadi berdasarkan pada kepercayaan. Konsumen percaya pada petani, bahwa produk yang dijual adalah produk organik. Dalam lingkup yang kecil, ini tidaklah menjadi soal.

Tetapi dalam perdagangan internasional, perlu adanya pelabelan terhadap produk organik yang di jual. Pelabelan diperlukan untuk memberikan kepastian pada konsumen terhadap produk yang dikonsumsinya, dapat meningkatkan citra mutu dan nilai jual produk organik. Indonesia harus memiliki citra mutu yang tinggi bagi produk pangan organiknya. Maka, diperlukan suatu standar mutu pangan organik. Pemerintah harus berhasil membina dan mengembangkan suatu standar mutu bagi pangan organik, yang telah terintegrasi dengan persyaratan pelabelan ke dalamnya. Dalam kegiatan perdagangan pangan internasional dan domestik diperlukan adanya kepastian bahwa produk organik tersebut telah melalui suatu sertifikasi oleh lembaga sertifikasi yang kredibel yang didukung oleh laboratorium terakreditasi.

Untuk mengetahui kepastian suatu produk dinyatakan organik, diperlukan adanya inspektor yang mampu menilai dan mengawasi produk organik tersebut, apakah telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, baik dari lahan pertanian hingga menjadi produk siap saji (from the farm to the table). Begitu pula ketersediaan tenaga fasilitator yang memiliki kapasitas yang memadai untuk memfasilitasi para petani. Menurut Codex , produksi pangan organik hanya dapat dimulai jika suatu negara atau suatu unit usaha sudah ada pengawas/inspektor dan sistem pangawasannya. Inilah salah satu tugas untuk memulai pengembangan pangan organik di Indonesia.

Dari sisi permodalan, disediakan lembaga keuangan yang membantu permodalan petani. Dan bila perlu, pemerintah memberikan intensif berupa subsidi atau pengurangan pajak bagi masyarakat yang mengembangkan pertanian organik. Intensif ini diberikan sebagai bentuk apresiasi pemerintah kepada masyarakat yang mengembangkan pertanian organik karena partisipasi mereka dalam menjaga lingkungan, bukan karena mereka mengembangkan pertanian organik. Di Thailand, pertanian organik berkembang berkat dukungan penuh dari raja dan pemerintah. Mereka menetapkan daerah khusus yang terletak di lahan pegunungan atau daerah hulu sungai untuk pengembangkan pertanian organik. Petani di daerah tersebut mengembangkan pertanian organik dengan didampingi fasilitator.

Mereka mendapatkan intensif dari pemerintah berupa pemberian modal di tahun-tahun awal pengembangan pertanian organik. Intensif ini diberikan karena para petani tersebut telah membantu pemerintah dalam menjaga kelestarian lingkungan, sehingga pengeluaran pemerintah untuk biaya penyediaan air bersih dan biaya kesehatan masyarakat menjadi turun. Pendapatan pemerintah lainnya berasal dari pajak barang-barang ekslusif yang dibeli oleh para petani.

Kesulitan lainnya adalah minimnya informasi mengenai produk organik. Diperlukan promosi terpadu, untuk memberikan awareness kepada masyarakat dan sekaligus menciptakan pasar bagi produk organik, baik ditingkat domestik maupun internasional. Ini diperlukan untuk memperkecil jarak akibat barrier informasi dan pengetahuan mengenai produk organik, sambil mendekatkan diri antara produsen dengan konsumennya.

Instrumen-instrumen tersebut dapat berjalan bila semua stake holder dilibatkan. Pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator. Inilah salah satu pekerjaan rumah kita agar cita-cita Indonesia untuk menjadi produsen pangan organik terbesar di dunia pada tahun 2010 dapat tercapai. Rencana go organic yang dicanangkan Departemen Pertanian dapat tercapai, bila program tersebut dapat membumi seperti filosofi pertanian organik, kembali ke alam.

(Agung Prawoto (Staf M-BRIO Organic & Food Labeling (M-BRIO OFL), Bogor)


Demikianlah Artikel Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal

Sekianlah artikel Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.

Anda sekarang membaca artikel Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal dengan alamat link https://caramenanamorganik.blogspot.com/2013/05/produk-pangan-organik-potensi-yang.html

0 Response to "Produk Pangan Organik : Potensi yang Belum Tergarap Optimal"

Posting Komentar