Judul : KETIKA MENTAWAI JAUH LEBIH BERMARTABAT DARI DKI
link : KETIKA MENTAWAI JAUH LEBIH BERMARTABAT DARI DKI
KETIKA MENTAWAI JAUH LEBIH BERMARTABAT DARI DKI
Potret Pertanian -Tak dinyana, politik dan agama kemudian memiliki relasi erat belakangan ini terutama di Jakarta. Berbeda jauh dengan di Kepulauan Mentawai di mana agama tidak mampu dan tidak digunakan mewarnai trend politik pilkada. Kecuali di beberapa tempat di pelosok yang jauh dari hingar bingar berita nasional, dan dilakukan oleh pemuka, eh salah, politisi berjubah yang nggak melek soal politik yang sejatinya mulia. Syukurlah jumlahnya juga sa'uprit dan tidak memberi pengaruh signifikan terhadap hasil pilkada kelak...
Sementara di DKI, daerah yang jauh lebih modern dan canggih, masih banyak jualan agama dalam agenda politik pilkada. Yang jauh lebih cilaka menurut saya, proses jual beli isu agama ini bukan pada tataran agama sebagai nilai pembaharuan, tapi sebagai basis politik identitas (jan jiancuk tenan).
Gagal kamu, Hok. Gagal! Setelah lima tahun kalian berkuasa, masak ocehan soal agama lebih membahana daripada soal smart and modern city beserta segala turunannya... Lah gimana nggak, wong soal kota terapung saja masih banyak yang ribut? Lah gimana nggak, wong rakyatmu masih ribut soal gusur dan geser? Trus apa gunanya kamu bikin terowongan bawah tanah dan program transportasi mu yang lain? Apa guna kamu ngeruk kali dan gusur pemukiman d sekitarnya yang bikin kami rindu berita banjir di Jakarta? Kalah rakyatmu sama rakyat Mentawai!
Di Mentawai, Yudas dan Rijel ndak ada ngomong soal agama. Mereka ngomong soal inflasi, reformasi birokrasi, bahkan soal koperasi. Mereka punya basis massa yang jelas yang terbangun bahkan sejak 5 tahun lalu dan itu tidak berubah. Figur keduanya diminati bukan karena agamanya, tapi karena kedekatan keduanya dengan rakyat. Sedaplah...
Coba lihat, ndak ada satupun ormas agama di Mentawai yang ikut2an ribut soal pilkada. Ndak ada! Tapi kalo soal bisik2 di komunitas2 agama, he he he, selagi ndak keluar menjadi pernyataan sikap yang keblinger, ya ndak apa2. Karena di pertemuan2 umat juga perlu diajak melek politik. Bukan politisasi identitas agama.
Namun kamu menang satu hal, Hok. Kamu punya program yang hebat dan saya pikir masuk akal untuk dikerjakan. Beda sama di sini, mungkin karena masalahnya itu2 saja ya. Masalah di sini ya itu, ancaman gempa tsunami dan banjir. Sekalipun kedua paslon tak ada yang detail ngomongin tentang hal ini.
Tapi Hok, di pilkada kami di sini ada paslon yang ngomong soal koperasi. Sekalipun kalo disurvey sekarang mungkin hanya 5 persen pemilih yang mengingat paslon mana yang menyampaikannya. Iya koperasi, topik penting yang kamu bahas di Kep. Seribu namun menjadi tak penting karena poin penistaan lebih penting. Ha ha ha...
Koperasi yang bila baik dalam pengelolaanya akan menjadi solusi untuk mengatasi masalah seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata. Persis seperti yang kamu maksudkan waktu di Kep. Seribu. Yang lagi2 ndak menjadi penting bagi publik tanah air, karena soal penistaan menjadi lebih seksi. Aku membayangkan seandainya aksi 411 dan 212 itu adalah aksi mari berkoperasi. Wah, mungkin Freeport tetap ndak boleh ekspor sebelum produknya masuk smelter. Sekarang kan kasihan, perusahaan yang bikin smelter jadi lesu...
Hok, kalo kamu kalah nanti terima dengan lapang dada ya. Kalo menang, itu bukan karena kamu, tapi takdir. Maka berjuanglah sebaik2nya ngurusin jakarta. Minimal 5 tahun ke depan isu agama nggak menarik lagi. Jangan sampai Mentawai lebih bermartabat daripada Jakarta. Karena Jakarta adalah Miniatur Indonesia. By_Bernando Sinaga
Sementara di DKI, daerah yang jauh lebih modern dan canggih, masih banyak jualan agama dalam agenda politik pilkada. Yang jauh lebih cilaka menurut saya, proses jual beli isu agama ini bukan pada tataran agama sebagai nilai pembaharuan, tapi sebagai basis politik identitas (jan jiancuk tenan).
Gagal kamu, Hok. Gagal! Setelah lima tahun kalian berkuasa, masak ocehan soal agama lebih membahana daripada soal smart and modern city beserta segala turunannya... Lah gimana nggak, wong soal kota terapung saja masih banyak yang ribut? Lah gimana nggak, wong rakyatmu masih ribut soal gusur dan geser? Trus apa gunanya kamu bikin terowongan bawah tanah dan program transportasi mu yang lain? Apa guna kamu ngeruk kali dan gusur pemukiman d sekitarnya yang bikin kami rindu berita banjir di Jakarta? Kalah rakyatmu sama rakyat Mentawai!
Di Mentawai, Yudas dan Rijel ndak ada ngomong soal agama. Mereka ngomong soal inflasi, reformasi birokrasi, bahkan soal koperasi. Mereka punya basis massa yang jelas yang terbangun bahkan sejak 5 tahun lalu dan itu tidak berubah. Figur keduanya diminati bukan karena agamanya, tapi karena kedekatan keduanya dengan rakyat. Sedaplah...
Coba lihat, ndak ada satupun ormas agama di Mentawai yang ikut2an ribut soal pilkada. Ndak ada! Tapi kalo soal bisik2 di komunitas2 agama, he he he, selagi ndak keluar menjadi pernyataan sikap yang keblinger, ya ndak apa2. Karena di pertemuan2 umat juga perlu diajak melek politik. Bukan politisasi identitas agama.
Namun kamu menang satu hal, Hok. Kamu punya program yang hebat dan saya pikir masuk akal untuk dikerjakan. Beda sama di sini, mungkin karena masalahnya itu2 saja ya. Masalah di sini ya itu, ancaman gempa tsunami dan banjir. Sekalipun kedua paslon tak ada yang detail ngomongin tentang hal ini.
Tapi Hok, di pilkada kami di sini ada paslon yang ngomong soal koperasi. Sekalipun kalo disurvey sekarang mungkin hanya 5 persen pemilih yang mengingat paslon mana yang menyampaikannya. Iya koperasi, topik penting yang kamu bahas di Kep. Seribu namun menjadi tak penting karena poin penistaan lebih penting. Ha ha ha...
Koperasi yang bila baik dalam pengelolaanya akan menjadi solusi untuk mengatasi masalah seperti pertanian, perikanan, dan pariwisata. Persis seperti yang kamu maksudkan waktu di Kep. Seribu. Yang lagi2 ndak menjadi penting bagi publik tanah air, karena soal penistaan menjadi lebih seksi. Aku membayangkan seandainya aksi 411 dan 212 itu adalah aksi mari berkoperasi. Wah, mungkin Freeport tetap ndak boleh ekspor sebelum produknya masuk smelter. Sekarang kan kasihan, perusahaan yang bikin smelter jadi lesu...
Hok, kalo kamu kalah nanti terima dengan lapang dada ya. Kalo menang, itu bukan karena kamu, tapi takdir. Maka berjuanglah sebaik2nya ngurusin jakarta. Minimal 5 tahun ke depan isu agama nggak menarik lagi. Jangan sampai Mentawai lebih bermartabat daripada Jakarta. Karena Jakarta adalah Miniatur Indonesia. By_Bernando Sinaga
Demikianlah Artikel KETIKA MENTAWAI JAUH LEBIH BERMARTABAT DARI DKI
Sekianlah artikel KETIKA MENTAWAI JAUH LEBIH BERMARTABAT DARI DKI kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel KETIKA MENTAWAI JAUH LEBIH BERMARTABAT DARI DKI dengan alamat link https://caramenanamorganik.blogspot.com/2017/02/ketika-mentawai-jauh-lebih-bermartabat.html
0 Response to "KETIKA MENTAWAI JAUH LEBIH BERMARTABAT DARI DKI"
Posting Komentar